musicpromote – Industri musik digital Indonesia menunjukkan pertumbuhan signifikan sepanjang tahun 2025. Berdasarkan data dari Statista Market Insights, pendapatan dari sektor musik digital di Tanah Air diperkirakan mencapai 231 juta dolar AS, atau sekitar Rp 3,7 triliun (kurs Rp 16.000 per dolar AS). Angka ini menandai peningkatan hampir 12 persen dibandingkan tahun sebelumnya, mencerminkan geliat konsumsi musik digital yang semakin kuat di kalangan masyarakat.
Kenaikan ini tak lepas dari pesatnya perkembangan platform streaming musik, meningkatnya akses internet, serta perubahan perilaku pendengar musik di era serba digital. Tren ini memperlihatkan bahwa Indonesia kini menjadi salah satu pasar terbesar untuk musik digital di kawasan Asia Tenggara.
Dominasi Platform Streaming
Segmen streaming musik berlangganan masih menjadi penyumbang terbesar dalam industri ini, dengan kontribusi mencapai lebih dari 80 persen dari total pendapatan. Platform seperti Spotify, Apple Music, YouTube Music, dan Joox terus bersaing memperluas pangsa pasar mereka, sementara sejumlah platform lokal juga mulai bermunculan.
“Perilaku konsumsi masyarakat sudah berubah total. Kini pendengar lebih memilih akses instan melalui streaming dibanding membeli lagu secara fisik,” ujar Ketua Umum LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional), Ayu Saraswati, dalam diskusi musik digital di Jakarta, Senin (7/10/2025).
Menurut Ayu, fenomena ini juga membuka peluang bagi musisi independen untuk menjangkau pasar yang lebih luas tanpa harus bergantung pada label besar. “Kreator kini bisa langsung mendistribusikan karyanya secara digital, bahkan mendapat penghasilan dari setiap kali lagu mereka diputar,” tambahnya.
Royalti dan Digitalisasi Hak Cipta
Bersamaan dengan peningkatan pendapatan, isu pembayaran royalti digital menjadi sorotan utama. LMKN mencatat, pada 2025 ini, total royalti yang berhasil dikumpulkan dari platform digital naik hingga 45 persen dibanding tahun 2024. Kenaikan ini dipicu oleh penerapan sistem digitalisasi pengumpulan royalti bernama Inspiration, yang diluncurkan awal tahun.
Sistem tersebut memungkinkan pelacakan lebih akurat terhadap lagu-lagu yang diputar di berbagai platform digital, termasuk media sosial dan layanan streaming. “Transparansi adalah kunci. Musisi kini bisa memantau sendiri berapa banyak lagu mereka diputar dan berapa royalti yang diterima,” jelas Ayu.
Sementara itu, Direktur Ekonomi Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Rizky Hidayat, menilai bahwa kemajuan sistem royalti digital ini adalah langkah besar menuju ekosistem musik yang sehat dan berkeadilan. “Kita tidak hanya bicara angka pendapatan, tapi juga bagaimana memastikan para pencipta lagu dan musisi mendapat haknya secara layak,” katanya.
Perubahan Pola Konsumsi dan Tantangan Baru
Pertumbuhan industri musik digital juga dipengaruhi oleh meningkatnya konsumsi musik di kalangan Generasi Z dan milenial. Laporan Statista menyebutkan, lebih dari 72 persen pengguna internet Indonesia mendengarkan musik melalui platform digital setiap minggunya. Bahkan, sekitar 60 persen dari mereka mengakses musik lewat smartphone.
Namun, di balik pertumbuhan pesat tersebut, industri ini menghadapi tantangan berupa pembajakan digital dan pelanggaran hak cipta yang masih marak di media sosial. Banyak konten musik diunggah ulang tanpa izin, terutama di platform video pendek seperti TikTok dan Reels.
“Kami bekerja sama dengan platform-platform besar untuk menegakkan sistem deteksi otomatis agar musik yang digunakan selalu terhubung ke lisensi resmi,” ujar Rizky. Ia menambahkan bahwa pemerintah juga tengah menyiapkan regulasi baru terkait hak cipta konten digital yang akan diberlakukan pada 2026.
Musisi Lokal dan Peluang Global
Pertumbuhan industri digital juga memberi peluang besar bagi musisi lokal Indonesia untuk menembus pasar internasional. Beberapa nama seperti Weird Genius, Stephanie Poetri, dan Pamungkas menjadi contoh sukses bagaimana distribusi digital mampu membuka jalan menuju pendengar global.
Bahkan, menurut laporan Spotify Wrapped Indonesia 2025, bahasa Indonesia kini masuk dalam 10 besar bahasa lagu non-Inggris yang paling sering diputar di dunia. Ini menunjukkan daya tarik musik Indonesia yang semakin kuat di ranah global.
“Streaming telah meruntuhkan batas geografis. Selama lagu punya karakter dan produksi bagus, ia bisa viral di mana saja,” kata produser musik Dimas Prakoso, yang kini aktif mendistribusikan karya musisi lokal ke pasar Asia melalui label digital independen.
Masa Depan Industri Musik Digital
Dengan proyeksi pertumbuhan tahunan (CAGR) sekitar 9,8 persen hingga 2030, industri musik digital Indonesia diyakini akan terus berkembang pesat. Pemerintah, lembaga pengelola royalti, dan pelaku industri kini berupaya memperkuat ekosistem agar lebih inklusif dan berkelanjutan.
Salah satu langkah penting adalah kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, penyedia layanan digital, dan komunitas kreatif dalam menciptakan platform musik lokal berbasis blockchain, guna menjamin keadilan distribusi royalti dan keamanan data karya cipta.
“Indonesia memiliki potensi luar biasa. Jika ekosistemnya dikelola dengan baik, industri musik digital bisa menjadi tulang punggung ekonomi kreatif nasional,” ujar Rizky optimistis.
Dengan pendapatan mencapai 231 juta dolar AS, musik digital bukan lagi sekadar hiburan, melainkan bagian dari kekuatan ekonomi kreatif yang memperkuat posisi Indonesia di kancah global.
