musicpromote.online Suasana di Rumah Pintar Ibu Een Sumedang hari itu berbeda dari biasanya. Suara musik berpadu dengan teknologi digital memenuhi ruangan, menciptakan suasana hangat dan penuh antusiasme. Anak-anak berkebutuhan khusus terlihat tersenyum saat mencoba instrumen-instrumen digital yang merespons suara dan sentuhan mereka. Inilah momen ketika program Digital Arts Experience diperkenalkan kepada masyarakat Sumedang sebagai sebuah inovasi dalam pembelajaran musik untuk anak berkebutuhan khusus (ABK).
Program ini digagas oleh tim dosen dan mahasiswa dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang bekerja sama dengan Politeknik TEDC Bandung. Mereka membawa teknologi berbasis Internet of Things (IoT) yang dirancang khusus agar mudah digunakan oleh anak-anak dengan berbagai kebutuhan khusus. Kehadiran teknologi ini diharapkan mampu membuka pintu baru bagi pendekatan pendidikan yang lebih inklusif dan menyenangkan.
Mengenalkan Teknologi Musik Berbasis Sensor Suara dan Sentuh
Digital Arts Experience tidak hanya sekadar program pengenalan musik. Ia merupakan inovasi yang menggabungkan seni, teknologi, dan pendidikan dalam satu platform. Instrumen-instrumen yang digunakan dalam program ini dilengkapi sensor suara dan sensor sentuh, sehingga dapat dimainkan oleh anak dengan berbagai kondisi fisik maupun kognitif.
Contohnya, alat musik digital yang merespons volume suara akan berbunyi ketika anak mengeluarkan suara tertentu. Ada pula perangkat yang berbunyi ketika disentuh dalam pola tertentu, sehingga membantu anak melatih koordinasi motorik serta memahami hubungan sebab-akibat. Teknologi seperti ini sangat membantu anak yang kesulitan menggunakan alat musik konvensional.
Tujuan utama dari teknologi ini bukan hanya untuk hiburan, tetapi juga untuk meningkatkan kemampuan literasi musik, kemampuan motorik halus, pendengaran, fokus, dan kemampuan interaksi sosial anak-anak berkebutuhan khusus.
Kolaborasi UPI dan Politeknik TEDC untuk Pendidikan Inklusif
Kolaborasi antara UPI dan Politeknik TEDC Bandung menunjukkan bagaimana perguruan tinggi dapat berperan aktif dalam menciptakan inovasi sosial. UPI membawa pendekatan pedagogis dan pengalaman dalam pendidikan inklusif, sementara Politeknik TEDC menawarkan keahlian teknis dalam desain perangkat, pemrograman IoT, dan pengembangan alat berbasis sensor.
Sinergi ini menghasilkan program pendidikan yang bukan hanya teoretis, tetapi juga aplikatif. Mereka merancang perangkat yang benar-benar dapat digunakan oleh anak-anak di lapangan, bukan sekadar prototipe. Program ini juga melibatkan mahasiswa sebagai bagian dari proses pembelajaran sekaligus pendamping kegiatan, sehingga membantu membentuk generasi pendidik dan teknisi yang lebih sensitif terhadap isu disabilitas.
Antusiasme Anak dan Guru Pendamping
Pelaksanaan kegiatan ini diikuti oleh puluhan peserta, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus dari SLB Shapphira Diyanah Sumedang, guru pendamping, serta perwakilan masyarakat. Antusiasme mereka terlihat sejak sesi awal ketika perangkat dipresentasikan. Banyak anak langsung ingin mencoba alat musik digital tersebut karena bentuknya unik dan cara memainkannya mudah dipahami.
Guru-guru pendamping juga menyambut baik teknologi ini karena mempermudah mereka dalam memberikan materi pembelajaran musik yang biasanya cukup menantang bagi beberapa anak. Dengan sensor suara dan sentuh, guru dapat mengembangkan metode pembelajaran yang lebih interaktif dan sesuai kemampuan individual anak.
Mereka menilai bahwa teknologi seperti ini mampu meningkatkan motivasi belajar, karena anak merasa “diberi kesempatan” untuk memainkan alat musik meski memiliki keterbatasan tertentu.
Dampak Positif terhadap Perkembangan Anak Berkebutuhan Khusus
Program Digital Arts Experience memiliki beberapa dampak positif terhadap perkembangan anak berkebutuhan khusus, antara lain:
1. Meningkatkan Kepercayaan Diri
Ketika anak berhasil menghasilkan suara atau melodi dari perangkat digital, mereka merasa berhasil. Hal ini dapat meningkatkan rasa percaya diri dan membuat anak lebih berani mencoba hal baru.
2. Melatih Motorik dan Koordinasi
Sensor sentuh dan suara mendorong anak untuk menggunakan gerakan tertentu. Anak yang kesulitan memegang alat musik konvensional dapat tetap berlatih koordinasi melalui perangkat sederhana.
3. Merangsang Kemampuan Kognitif
Musik terbukti membantu perkembangan kognitif, seperti daya ingat, pengenalan pola, dan fokus perhatian. Teknologi musik ini memperkuat pembelajaran tersebut.
4. Mendorong Interaksi Sosial
Aktivitas musik sering dilakukan secara kelompok, sehingga anak dapat belajar bekerja sama, bergiliran, dan berkomunikasi secara lebih efektif.
Masyarakat Sumedang Sambut Program dengan Positif
Program ini tidak hanya memberikan manfaat langsung kepada anak, tetapi juga meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pendidikan inklusif. Banyak peserta dewasa yang hadir merasa bahwa teknologi seperti ini harus lebih banyak disebarluaskan, terutama ke sekolah-sekolah luar biasa (SLB) atau komunitas penyandang disabilitas.
Kegiatan ini juga menjadi contoh nyata bahwa teknologi tidak hanya untuk hiburan, tetapi juga dapat menjadi jembatan penting dalam meningkatkan kualitas hidup anak-anak berkebutuhan khusus.
Kesimpulan: Inovasi Musik Digital untuk Pendidikan yang Lebih Inklusif
Digital Arts Experience menunjukkan bagaimana teknologi dapat menjadi alat penting dalam pendidikan inklusif. Melalui kolaborasi UPI dan Politeknik TEDC, anak-anak berkebutuhan khusus di Sumedang mendapatkan kesempatan untuk belajar musik dengan cara yang lebih mudah, menyenangkan, dan bermakna.
Program ini bukan hanya sekadar pengenalan teknologi, tetapi langkah nyata menuju pendidikan yang lebih merata dan adil bagi semua anak. Jika program seperti ini diperluas ke lebih banyak daerah, ia berpotensi membawa perubahan besar dalam dunia pendidikan inklusif di Indonesia.

Cek Juga Artikel Dari Platform hotviralnews.web.id
