musicpromote.online Kehadiran konser musik dengan penampilan seorang DJ di Alun-Alun Cianjur memicu kemarahan sejumlah santri dan ulama.
Acara yang awalnya diklaim sebagai pesta rakyat untuk merayakan momentum kemerdekaan tersebut justru dianggap menodai kesakralan kawasan yang berdekatan langsung dengan Masjid Agung Cianjur, salah satu simbol religius di kabupaten tersebut.
Dalam video yang beredar luas di media sosial, terlihat seorang DJ memainkan musik remix dengan dentuman keras di tengah kerumunan penonton.
Beberapa orang terlihat berjoget dengan pakaian terbuka di tengah alun-alun, sementara di latar belakang berdiri megah kubah Masjid Agung yang menjadi pusat kegiatan keagamaan masyarakat Cianjur.
Aksi itu langsung menuai reaksi keras.
Sejumlah tokoh agama menilai penyelenggara acara tidak menghormati nilai-nilai religius dan kearifan lokal masyarakat Cianjur yang dikenal religius.
Respons Cepat dari Kalangan Pesantren
Sejumlah pesantren di sekitar kota Cianjur pun menyuarakan kekecewaannya.
Beberapa pimpinan pondok pesantren menganggap kegiatan tersebut merupakan bentuk kelalaian pemerintah daerah dalam mengatur izin keramaian di ruang publik yang sensitif secara spiritual.
Salah satu tokoh yang angkat bicara adalah KH. Asep Abdullah, pengasuh pesantren di kawasan Cugenang.
Ia menilai penyelenggaraan konser dengan DJ di lokasi terbuka yang berdekatan dengan masjid besar adalah tindakan yang tidak pantas.
“Tidak ada yang melarang masyarakat bersuka cita, tapi lokasi dan bentuk acaranya harus bijak.
Kalau dekat masjid, ya seharusnya tidak ada hiburan malam seperti itu,” ujarnya.
KH. Asep juga mengingatkan bahwa alun-alun Cianjur selama ini sering digunakan untuk kegiatan keagamaan seperti tabligh akbar, peringatan hari besar Islam, hingga pengajian umum.
Menurutnya, penyelenggara seharusnya bisa menyesuaikan kegiatan dengan identitas daerah yang dikenal religius.
Warga Setempat Turut Menyesalkan
Kemarahan tidak hanya datang dari kalangan santri, tetapi juga masyarakat sekitar.
Beberapa warga mengaku terganggu karena acara berlangsung hingga malam hari dan suara musiknya terdengar hingga ke lingkungan sekitar Masjid Agung.
Seorang warga bernama Siti Rahma, yang rumahnya berjarak hanya dua blok dari alun-alun, mengatakan bahwa ia dan keluarganya terkejut mendengar musik keras di malam hari.
“Saya pikir ada acara keagamaan atau hiburan rakyat seperti biasa. Ternyata musik DJ, dan ramai sekali. Padahal masjid besar ada di depan situ,” katanya.
Menurut Siti, suasana yang semula tenang berubah menjadi gaduh.
Banyak warga memilih tidak keluar rumah karena merasa tidak nyaman dengan suasana yang dinilai tidak sesuai dengan norma masyarakat Cianjur.
Pemerintah Daerah Akui Ada Kelalaian
Menanggapi reaksi masyarakat, pihak pemerintah daerah melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur akhirnya memberikan klarifikasi.
Mereka mengakui bahwa acara tersebut memang merupakan bagian dari rangkaian kegiatan pesta rakyat, namun penampilan DJ tidak termasuk dalam rencana awal yang diajukan oleh panitia.
“Dalam proposal kegiatan, tidak ada permintaan untuk menampilkan DJ.
Kegiatan itu seharusnya hanya menampilkan musik tradisional dan hiburan rakyat biasa,” ungkap seorang pejabat dari dinas terkait.
Pihaknya berjanji akan mengevaluasi seluruh proses perizinan agar kejadian serupa tidak terulang.
Selain itu, mereka juga berkoordinasi dengan aparat kepolisian untuk menegaskan aturan penggunaan alun-alun sebagai ruang publik yang memiliki batas etika dan waktu penyelenggaraan acara.
Aparat Beri Teguran Kepada Penyelenggara
Kepolisian Resor Cianjur turut turun tangan setelah video acara tersebut viral di dunia maya.
Kapolres Cianjur menjelaskan bahwa pihaknya telah memanggil panitia penyelenggara untuk dimintai keterangan.
“Acara tersebut memang memiliki izin keramaian umum, tetapi tidak termasuk hiburan malam dengan DJ.
Kami sudah memberikan teguran agar ke depan mereka mematuhi batas waktu dan bentuk hiburan yang sesuai dengan norma masyarakat setempat,” jelasnya.
Selain teguran, polisi juga berencana melakukan pengawasan lebih ketat terhadap setiap kegiatan yang digelar di ruang publik, terutama di kawasan pusat kota yang berdekatan dengan fasilitas ibadah.
Konflik Sosial dan Moralitas di Tengah Ruang Publik
Kasus konser DJ di Cianjur ini menjadi refleksi tentang bagaimana benturan antara budaya hiburan modern dan nilai-nilai religius masih kerap muncul di masyarakat Indonesia.
Cianjur dikenal sebagai daerah yang menjunjung tinggi nilai Islam dan adat Sunda yang sopan santun.
Oleh karena itu, munculnya hiburan malam di jantung kota dengan latar Masjid Agung dianggap sebagai bentuk pelanggaran moral dan kultural.
Pakar sosiologi dari Universitas Suryakancana, Dr. Dian Puspita, menilai kejadian tersebut menunjukkan perlunya pengaturan yang lebih jelas mengenai pemanfaatan ruang publik.
“Alun-alun adalah ruang bersama yang mewakili identitas masyarakat.
Ketika digunakan untuk hiburan yang tidak sesuai dengan karakter lokal, akan muncul resistensi sosial,” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah daerah perlu membuat kode etik kegiatan publik yang memperhatikan nilai budaya, waktu, serta kedekatan lokasi dengan tempat ibadah atau lembaga pendidikan.
Aspirasi Masyarakat dan Solusi ke Depan
Sejumlah ormas Islam di Cianjur menyerukan agar pemerintah lebih selektif memberikan izin keramaian di area sensitif.
Mereka juga meminta agar setiap acara di ruang publik melibatkan tokoh masyarakat dalam proses perizinan.
“Kalau semua pihak dilibatkan, kejadian seperti ini bisa dicegah,” kata KH. Asep Abdullah.
Ia juga menyarankan agar alun-alun Cianjur lebih difungsikan untuk kegiatan yang bersifat edukatif, sosial, dan religius, bukan hiburan malam.
Sementara itu, aparat kepolisian bersama pemerintah daerah menyatakan akan memperketat pengawasan kegiatan masyarakat.
Mereka menegaskan bahwa izin baru akan diberikan setelah panitia memenuhi seluruh ketentuan administratif dan etika yang ditetapkan.
Kesimpulan
Kejadian konser DJ di Alun-Alun Cianjur menjadi pelajaran penting bagi pemerintah daerah, masyarakat, dan penyelenggara acara.
Keseimbangan antara hiburan dan nilai keagamaan harus dijaga agar tidak menimbulkan konflik sosial.
Dengan koordinasi yang baik antara aparat, ulama, dan pemerintah, diharapkan setiap kegiatan di ruang publik dapat berjalan sesuai dengan norma dan karakter masyarakat Cianjur yang religius, santun, dan berbudaya.

Cek Juga Artikel Dari Platform carimobilindonesia.com
