musicpromote – Musisi senior Pongki Barata menyatakan dukungannya terhadap gelaran Konferensi Musik Indonesia (KMI) 2025, ajang tahunan yang mempertemukan pelaku industri musik dari berbagai lini. Tahun ini, tema utama yang diangkat adalah “Royalti di Era Digital: Transparansi dan Keadilan untuk Semua Pencipta”, yang menurut Pongki menjadi isu paling krusial bagi keberlangsungan musisi Indonesia.
1. Royalti Masih Jadi Persoalan Lama
Pongki menilai sistem royalti musik di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan, terutama dalam hal distribusi yang adil dan transparan.
“Masalahnya bukan hanya soal nominal, tapi soal kejelasan data dan siapa yang sebenarnya menerima hak itu,” ujar mantan vokalis Jikustik tersebut. Ia berharap KMI 2025 menjadi ruang diskusi yang konkret untuk menyusun mekanisme pembagian royalti yang berpihak pada para pencipta dan performer.
2. Tantangan di Era Streaming
Pongki menyoroti perubahan besar dalam industri musik akibat platform digital dan layanan streaming. Menurutnya, era ini membawa peluang sekaligus tantangan.
“Sekarang karya kita bisa didengar di seluruh dunia, tapi imbalannya justru makin kecil. Yang kaya platform, bukan penciptanya,” ujarnya dengan nada reflektif.
Ia mendorong agar KMI dapat melahirkan formula baru yang lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi, tanpa merugikan seniman.
3. Kolaborasi Lintas Generasi
Sebagai musisi yang telah berkarya lebih dari dua dekade, Pongki juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas generasi.
Ia menilai pertemuan antara musisi senior dan talenta muda di KMI menjadi kunci untuk menjaga kesinambungan industri musik. “Anak muda hari ini punya energi luar biasa, tapi butuh bimbingan dalam memahami sisi bisnis musik, termasuk hak cipta dan royalti,” katanya.
4. Dorongan untuk LMKN dan Pemerintah
Dalam kesempatan yang sama, Pongki juga memberikan apresiasi kepada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) yang mulai mengembangkan sistem digital untuk pengelolaan royalti.
Namun ia berharap transparansi dan komunikasi antar-lembaga diperkuat agar tidak menimbulkan kebingungan di kalangan musisi. “Kalau sistemnya jelas, kepercayaan akan tumbuh. Itu yang paling penting,” tegasnya.
5. Musik Sebagai Identitas dan Aset Nasional
Lebih jauh, Pongki menekankan bahwa musik bukan hanya hiburan, melainkan bagian dari identitas bangsa. Ia menilai royalti bukan sekadar uang, tapi bentuk penghargaan atas karya dan dedikasi seniman.
“Kita bicara tentang keadilan bagi para pencipta yang menghidupkan budaya bangsa,” ujarnya. “Kalau musisi sejahtera, ekosistem musik Indonesia akan tumbuh sehat.”
Penutup
Dukungan Pongki Barata terhadap KMI 2025 menjadi pengingat bahwa perjuangan untuk keadilan royalti belum usai. Di tengah arus digitalisasi yang kian cepat, kolaborasi antara pemerintah, lembaga manajemen, dan para musisi dibutuhkan untuk memastikan bahwa setiap nada yang lahir dari kreativitas anak bangsa mendapatkan penghargaan yang layak.

